Menjadi Perempuan hakekatnya adalah anugrah
dari yang Maha Esa. Perempuan dilahirkan kodratinya adalah makhluk yang paling
mulia karena mampu menjadi jembatan bagi keberlangsungan hidup manusia. Tanpa
perempuan, tidak ada regenerasi, tidak ada para pakar ekonomi,politik,social
dsb. Perempuan adalah makhluk yang diciptakan oleh yang Kuasa sebagai nokhta
kehidupan yang sangat krusial. Perempuan kodratnya adalah
melahirkan,menyusui,menstruasi. Tetapi bukan hal yang tabu apabila kita bicara
tentang perempuan yang mampu menempatkan dirinya sebagai perempuan yang
multidimensi.
Menjadi perempuan yang multidimensi
seringkali disalah sartikan sebagai perempuan yang terkonstruk dari barat.
Maraknya wacana feminisme khususnya di Indonesia seringkali masih menjadi
stereotype oleh masyarakat sekitar. Bahwa feminis adalah kelompok lesbian, atau
pemberontak laki-laki. Padahal, wacana feminism tidak berhenti hanya sampai
tataran itu.
Istilah feminisme sering menimbulkan
prasangka, stigma, stereotype pada dasarnya lebih disebabkan oleh kurangnya
pemahaman mengenai arti feminisme yang sesungguhnya.
Pandangan bahwa feminis datang dari
barat adalah salah, tetapi istilah feminis dan konseptualisasi mungkin datang
dari Barat bisa dibenarkan. Sejarah feminis telah dimulai pada abad 18 oleh RA
Kartini melalui hak yang sama atas pendidikan bagi anak-anak perempuan
Pemahaman atas feminism adalah feminis bukan
hanya dimiliki oleh kaum perempuan saja. Kaum laki laki yang berbicara tentang
kesetaraan gender, menyadari ketimpangan struktur adalah mereka yang berfikiran
feminis. Terlepas ia ingin melebeli dirinya sebagai feminis atau bukan. Ini lah
rootness dari pemikiran feminism itu sendiri.
Berada ditengah budaya pop, seringkali kita
khususnya para perempuan lupa akan jati diri kita. Mungkin tanpa RA Kartini,
kita masih saja menjadi subordinat dalam lingkup interaksi social. Paradigma
lama yang menjelaskan tentang posisi wanita yang tidak mampu menjadi superior
diatas laki laki mampu dipatahkan oleh RA Kartini. Fakta sejarah telah
mengatakan, bahwa keberadaan perempuan dalam kemerdekaan Indonesia adalah
sebagai tombak utama munculnya pemikiran bahwa perempuan mampu menjadi
multidimensi.
Selayaknya hal ini mampu menjadi pokok
pemikiran bagi para perempuan di Indonesia. Ditengah arus feminism yang sering
disalah persepsikan. Ditengah budaya pop yang semakin menjamur. Dan ditengah
tuntutan fakta sejarah. Kini perempuan Indonesia memiliki satu pijakan baru
yang harus dititinya. Bukan lagi membicarakan siapa dan apa yang lebih berhak
atas perempuan. Tapi, bagaimana perempuan mampu memposisikan dirinya sebagai
perempuan yang multidimensi. Mampu membagi ruang antara yang kodrati dan tidak
kodrati.
Perempuan multidimensi adalah perempuan yang
mampu menempatkan dirinya secara fleksible. Bukan lagi berbicara tentang
perempuan yang mampu atau tidaknya menjadi superior seperti laki laki. Namun,
perempuan yang mampu menjadi penopang keberlangsungan hidup. Bukan lagi
membicarakan perempuan yang hanya berkutat di dapur, atau perempuan yang
menghamba pada karir. Namun, perempuan multidimensi adalah perempuan yang mampu
menempatkan dirinya sebagai perempuan sesuai hak dan kewajibannya.
RA Kartini mungkin tidak berharap bahwa
pemahaman atas perjuangan perempuan disalah artikan. RA Kartini bukan hanya
berbicara tentang posisi wanita dimata social. Tetapi pesan yang
terinternalisasi dalam tulisan tulisannya adalah perempuan yang mampu mengerti
posisinya. Yang mampu menjadi ibu yang baik serta perempuan yang membangun
bangsa.[]
0 komentar:
Posting Komentar