Jumat, 08 Juni 2012

Perempuan Multidimensi


Menjadi Perempuan hakekatnya adalah anugrah dari yang Maha Esa. Perempuan dilahirkan kodratinya adalah makhluk yang paling mulia karena mampu menjadi jembatan bagi keberlangsungan hidup manusia. Tanpa perempuan, tidak ada regenerasi, tidak ada para pakar ekonomi,politik,social dsb. Perempuan adalah makhluk yang diciptakan oleh yang Kuasa sebagai nokhta kehidupan yang sangat krusial. Perempuan kodratnya adalah melahirkan,menyusui,menstruasi. Tetapi bukan hal yang tabu apabila kita bicara tentang perempuan yang mampu menempatkan dirinya sebagai perempuan yang multidimensi.
Menjadi perempuan yang multidimensi seringkali disalah sartikan sebagai perempuan yang terkonstruk dari barat. Maraknya wacana feminisme khususnya di Indonesia seringkali masih menjadi stereotype oleh masyarakat sekitar. Bahwa feminis adalah kelompok lesbian, atau pemberontak laki-laki. Padahal, wacana feminism tidak berhenti hanya sampai tataran itu.
Istilah feminisme sering menimbulkan prasangka, stigma, stereotype pada dasarnya lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai arti feminisme yang sesungguhnya.
Pandangan bahwa feminis datang dari barat adalah salah, tetapi istilah feminis dan konseptualisasi mungkin datang dari Barat bisa dibenarkan. Sejarah feminis telah dimulai pada abad 18 oleh RA Kartini melalui hak yang sama atas pendidikan bagi anak-anak perempuan
Pemahaman atas feminism adalah feminis bukan hanya dimiliki oleh kaum perempuan saja. Kaum laki laki yang berbicara tentang kesetaraan gender, menyadari ketimpangan struktur adalah mereka yang berfikiran feminis. Terlepas ia ingin melebeli dirinya sebagai feminis atau bukan. Ini lah rootness dari pemikiran feminism itu sendiri.
Berada ditengah budaya pop, seringkali kita khususnya para perempuan lupa akan jati diri kita. Mungkin tanpa RA Kartini, kita masih saja menjadi subordinat dalam lingkup interaksi social. Paradigma lama yang menjelaskan tentang posisi wanita yang tidak mampu menjadi superior diatas laki laki mampu dipatahkan oleh RA Kartini. Fakta sejarah telah mengatakan, bahwa keberadaan perempuan dalam kemerdekaan Indonesia adalah sebagai tombak utama munculnya pemikiran bahwa perempuan mampu menjadi multidimensi.
Selayaknya hal ini mampu menjadi pokok pemikiran bagi para perempuan di Indonesia. Ditengah arus feminism yang sering disalah persepsikan. Ditengah budaya pop yang semakin menjamur. Dan ditengah tuntutan fakta sejarah. Kini perempuan Indonesia memiliki satu pijakan baru yang harus dititinya. Bukan lagi membicarakan siapa dan apa yang lebih berhak atas perempuan. Tapi, bagaimana perempuan mampu memposisikan dirinya sebagai perempuan yang multidimensi. Mampu membagi ruang antara yang kodrati dan tidak kodrati.
Perempuan multidimensi adalah perempuan yang mampu menempatkan dirinya secara fleksible. Bukan lagi berbicara tentang perempuan yang mampu atau tidaknya menjadi superior seperti laki laki. Namun, perempuan yang mampu menjadi penopang keberlangsungan hidup. Bukan lagi membicarakan perempuan yang hanya berkutat di dapur, atau perempuan yang menghamba pada karir. Namun, perempuan multidimensi adalah perempuan yang mampu menempatkan dirinya sebagai perempuan sesuai hak dan kewajibannya.
RA Kartini mungkin tidak berharap bahwa pemahaman atas perjuangan perempuan disalah artikan. RA Kartini bukan hanya berbicara tentang posisi wanita dimata social. Tetapi pesan yang terinternalisasi dalam tulisan tulisannya adalah perempuan yang mampu mengerti posisinya. Yang mampu menjadi ibu yang baik serta perempuan yang membangun bangsa.[]

0 komentar:

Posting Komentar