Kamis, 21 Juni 2012

Lady Gaga, Dangdut Koplo, dan Budaya Indonesia


Rencana konser Lady gaga yang akan berlangsung 3 juni silam menuai berbagai respon. Beberapa pihak menolak kedatangan artis sensasional ini. Alasan yang timbul pun berbagai macam, dari mulai track record Lady gaga yang selalu tampil erotis di atas panggung, hingga klaim yang disematkan ke Lady Gaga bahwa ia adalah ratu iblis. Seiring dengan maraknya pro kontra tentang konser Lady gaga, ada hal yang paling menarik untuk di telusuri, yaitu tentang, konser lady gaga yang dibanding bandingkan dengan erotisme dangdut koplo.

Beberapa pihak menyatakan bahwa konser lady gaga tidak pantas dipertontonkan di Indonesia, karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Mirisnya ada pihak yang menyatakan setuju akan rencana tetap berlangsungnya konser lady gaga ini dengan membandingkan budaya dangdut koplo yang dianggap sama erotisnya dengan konser lady gaga.

Berbicara mengenai erotis. Memang tidak akan pernah selesai. Pembatasan kata erotis pun tidak pernah terdefinisi dengan jelas. Dalam ranah seni, erotisme adalah hal yang absurd. Bahkan telanjang bulat, atau pun tarian yang sering dibilang ‘erotis’ dalam ranah seni tidak pernah meributkan hal tersebut. Tetapi dalam kasus ini penyamaan rata tidak bisa dilakukan antara lady gaga dan dangdut koplo.

Dari segi sosiologis. Dangdut koplo adalah hiburan rakyat. Yang mampu mengakomodir rakyat ditengah hingar binger budaya modernism yang sekarang sedang gandrung di layar kaca. Sedangkan lady gaga hanya mampu diakomodir oleh masyarakat kelas menengah. Yang notabene, masyarakat yang apatis dan sasaran empuk untuk menghabiskan hasil konsumerisme (baca:hedonis).

Sejarah keberadaan dangdut pun menjadi pertimbangan besar mengapa dangdut tetap bertahan. Sebelum maraknya budaya MTV hingga postmodern saat ini. Dangdut adalah hiburan rakyat yang murah meriah, dan mampu menjadi penawar luka rakyat. Tetapi, bagaimana dengan lady gaga? Sikap yang diambil oleh kelompok penolak konser ini akan lebih bijak dan rasional apabila dengan alasan mempertahankan ke asrian budaya Indonesia. Tapi sesempit itukah dalam merasionalisasikan budaya.

Namun, fenomena ini menjadi hal yang miris apabila kita melihat dari kacamata feminism. Bagaimana saat ini posisi perempuan benar benar mampu di eksploitasi oleh para penguasa. Hal yang sama menimpa antara lady gaga dan para biduan koplo ini. Ibarat hanya demi sesuap nasi, para wanita ini harus menjual tubuhnya sebagai objek pemuas. Hal hal yang lebih krusial ini yang seharusnya mampu menjadi sorotan berbagai pihak. Dari pada harus menghakimi orang dengan klaim ini itu.

Masyarakat seharusnya mampu berbenah sendiri. Media kali ini benar benar berhasil menghegemoni masyarakat. Secara tidak langsung pendidikan yang lebih efektif adalah pendidikan yang dilakukan oleh media massa lewat sekotak layar kaca berwarna. Yang hamper setiap hari mengekspose kebobrokan bangsa. Hingga apatisme dan keputus asaan meliputi masyarakat.

Masyarakat harus tetap wasada dan cerdas dalam mengamati pemberitaan yang ada di media massa. Maraknya pemberitaan tentang lady gaga semata mata hanyalah pengalihan isu semata dari isu isu krusial yang seharusnya mampu diselesaikan oleh penguasa.[]

[Dimuat: Radar Jogja -Lupa tanggal berapa]

0 komentar:

Posting Komentar