Rencana konser Lady gaga yang
akan berlangsung 3 juni silam menuai berbagai respon. Beberapa pihak
menolak kedatangan artis sensasional ini. Alasan yang timbul pun berbagai
macam, dari mulai track record Lady gaga yang selalu tampil erotis di
atas panggung, hingga klaim yang disematkan ke Lady Gaga bahwa ia adalah ratu
iblis. Seiring dengan maraknya pro kontra tentang konser Lady gaga, ada hal
yang paling menarik untuk di telusuri, yaitu tentang, konser lady gaga yang
dibanding bandingkan dengan erotisme dangdut koplo.
Beberapa pihak menyatakan bahwa
konser lady gaga tidak pantas dipertontonkan di Indonesia, karena tidak sesuai
dengan budaya Indonesia. Mirisnya ada pihak yang menyatakan setuju akan rencana
tetap berlangsungnya konser lady gaga ini dengan membandingkan budaya dangdut
koplo yang dianggap sama erotisnya dengan konser lady gaga.
Berbicara mengenai erotis. Memang
tidak akan pernah selesai. Pembatasan kata erotis pun tidak pernah terdefinisi
dengan jelas. Dalam ranah seni, erotisme adalah hal yang absurd. Bahkan
telanjang bulat, atau pun tarian yang sering dibilang ‘erotis’ dalam ranah seni
tidak pernah meributkan hal tersebut. Tetapi dalam kasus ini penyamaan rata
tidak bisa dilakukan antara lady gaga dan dangdut koplo.
Dari segi sosiologis. Dangdut
koplo adalah hiburan rakyat. Yang mampu mengakomodir rakyat ditengah hingar
binger budaya modernism yang sekarang sedang gandrung di layar kaca. Sedangkan
lady gaga hanya mampu diakomodir oleh masyarakat kelas menengah. Yang notabene,
masyarakat yang apatis dan sasaran empuk untuk menghabiskan hasil konsumerisme
(baca:hedonis).
Sejarah keberadaan dangdut pun
menjadi pertimbangan besar mengapa dangdut tetap bertahan. Sebelum maraknya
budaya MTV hingga postmodern saat ini. Dangdut adalah hiburan rakyat yang murah
meriah, dan mampu menjadi penawar luka rakyat. Tetapi, bagaimana dengan lady
gaga? Sikap yang diambil oleh kelompok penolak konser ini akan lebih bijak dan
rasional apabila dengan alasan mempertahankan ke asrian budaya Indonesia. Tapi
sesempit itukah dalam merasionalisasikan budaya.
Namun, fenomena ini menjadi hal
yang miris apabila kita melihat dari kacamata feminism. Bagaimana saat ini
posisi perempuan benar benar mampu di eksploitasi oleh para penguasa. Hal yang
sama menimpa antara lady gaga dan para biduan koplo ini. Ibarat hanya demi
sesuap nasi, para wanita ini harus menjual tubuhnya sebagai objek pemuas. Hal
hal yang lebih krusial ini yang seharusnya mampu menjadi sorotan berbagai
pihak. Dari pada harus menghakimi orang dengan klaim ini itu.
Masyarakat seharusnya mampu
berbenah sendiri. Media kali ini benar benar berhasil menghegemoni masyarakat.
Secara tidak langsung pendidikan yang lebih efektif adalah pendidikan yang
dilakukan oleh media massa lewat sekotak layar kaca berwarna. Yang hamper
setiap hari mengekspose kebobrokan bangsa. Hingga apatisme dan keputus asaan
meliputi masyarakat.
Masyarakat harus tetap wasada dan
cerdas dalam mengamati pemberitaan yang ada di media massa. Maraknya pemberitaan
tentang lady gaga semata mata hanyalah pengalihan isu semata dari isu isu
krusial yang seharusnya mampu diselesaikan oleh penguasa.[]
[Dimuat: Radar Jogja -Lupa tanggal berapa]
0 komentar:
Posting Komentar