Jumat, 13 April 2012

Skripsi Terbit, Plagiasi Terkikis


Munculnya surat edaran DIRJEN DIKTI (Direktorat Pendidikan Tinggi) nomer 152/E/T/2012 tanggal 27 Januari 2012 tentang penerbitan karya ilmiah kedalam jurnal ilmiah menuai banyak respon. Beberapa rector universitas ternama tidak setuju akan hal ini dikarenakan menurut mereka jumlah jurnal ilmiah tidak sebanding dengan lulusan yang dikeluarkan oleh universitas setiap tahunnya. Padahal alasan pemerintah meluncurkan peraturan ini dengan pertimbangan hasil karya ilmiah mahasiswa dianggap masih rendah.
Fakta dilapangan budaya plagiasi sudah menjadi lumut dikalangan mahasiswa saat ini. Dengan kemajuan teknologi mahasiswa saat ini dengan mudah dapat mendapatkan apa saja lewat internet. Hanya menulis keyword di mesin pencari, bias menghasilkan 1000 sampai 5000 sumber terkait. Sayangnya, kemajuan teknologi ini tidak dibarengi oleh mental positif dari mahasiswa.
Salah satu tri dharma perguruan tinggi bahkan berbicara salah satu kewajiban mahasiswa adalah penelitian. Kita tidak bias mengartikan sempit penelitian ini. Tugas ringan seperti buat makalah bila kita bersikap bijak itu juga membutuhkan sebuah riset kecil. Dan yang menjadi goal dari seluruh mahasiswa adalah skripsi,dan hal tersebut juga mengandung unsure penelitian. Sayangnya, budaya penelitian lagi-lagi bukan hal yang begitu menarik. Budaya pop, mall terlanjur menghegemoni mahasiswa. Sehingga membentuk karakter followers dan instan. Akhirnya membuat mahasiswa buntu otaknya dan budaya copas (copy paste) kian melekat.
Terlepas dari pro kontra antara rector dan pejabat pemerintah. Ini seharusnya bias disikapi oleh mahasiswa dengan siap. Apabila beberapa rector mengatakan bahwa jurnal ilmiah jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah lulusan mahasiswa setiap tahunnya, ini bukan hal yang sulit untuk diwujudkan. Tulisan mahasiswa bias dibuat jurnal terbitan kampus dengan memakai standart nasional atau bahkan internasional. Selain itu, mahasiswa seharusnya mampu menyerap ini menjadi sebuah ajang kompetisi untuk melihat seberapa mampu ia mempertanggung jawabkan rumpun keilmuannya.
Dengan adanya peraturan seperti ini jelas akan menekan angka plagiasi dijajaran mahasiswa. Walaupun hal ini tidak bias dirasakan secara instan hasilnya. Namun, peraturan ini mampu menjewer mahasiswa plagiasi. Karena, semakin banyak mahasiswa yang bermental plagiasi jelas ini menunjukan bahwa output mahasiswa Indonesia tidak bias dipertanggung jawabkan.
Membiasakan diri untuk terus ingin tahu, dan bermental innovator akan banyak membantu mahasiswa dalam menerapkan rumpun keilmuannya. Mahasiswa yang dianggap pregtisius bagi masyarakat tentu mempunyai tanggung jawab besar terhadap kelanjutan bangsa ini, lalu akan jadi apa Indonesia kalau mahasiswanya saja tidak siap, hanya untuk menerbitkan skripsinya kedalam jurnal ilmiah. Ini menandakan bahwa mahasiswa tak mampu bersaing. Dan nasib bangsa akan terus bobrok.[]

1 komentar:

Cendiana Rahmawati mengatakan...

Inget gak tan sewaktu kita masih ikutan KIR dan bikin karya ilmiah. Perjuangan banget kan?
Gak kebayang skripsi + jurnal ilmiah?

Posting Komentar